Rabu, 21 Juni 2017

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT

MAKALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro
Dosen pengampu: Guntur Kusuma Wardana, MM







Disusun Oleh :
Moh. Ulul Azmi
Susi Irawati
Uun Hasanah
Widyaningrum


                                                                                                                                   
PROGAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY GENTENG
2017


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam karena atas izinNya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Sejarah dan Perkembangan Zakat”, dengan lancar, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan manfaat bagi kita semua.
            Tak lupa kami sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar, dan juga memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil.
            Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kami penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.






Genteng, 08 Mei 2017





                                    Penulis            








DAFTAR ISI


HalamanJudul
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN 
1.Latar Belakang
2.Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Zakat
2.2  Macam - macam Zakat
2.3  Sejarah Zakat
2.4  Yang Berhak Menerima Zakat
2.5  Macam- Macam Zakat yang Harus Dipungut
2.6  Prinsip Zakat
2.7  Pemungutan Zakat dan Keuangan Negara
BAB III PENUTUP
1.   Simpulan
      2.     Saran
                
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
     Unsur faham sosialis terdapat dalam sistem zakat yang merupakan satu dari 5 rukun Islam. Unsur ini merupakan prinsip terdepan dalam pelaksanaan ekonomi Islam, yang secara menyeluruh dapat kita gambarkan sebagai berikut.
     Sifatnya yang pertama, ialah tindakan perjuangan yang sifatnya negatif, yaitu berjihad menentang kapitalis dengan menggunakan segala alat dan segala lapangan.
     Adapun dalam sifatnya yang positif, ia menuju pembentukan suatu ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan dan bersendikan pada kesetiaan persaudaraan. Segala asas yang berpangkal pada pendirian tersebut ditegakkan sebaik-baiknya oleh Islam.
     Ekonomi Islam ditegakkan oleh semangat hubbi wal ihsan, (cinta mencintsi daan berbuat kebajikan), yaitu setiap orang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ekonomi Islam berjiwa Infaq wal birru, (berani berkorban dan membuat kebajikan) kepada segala makhluk yang miskin dan fakir.
     Ekonomi Islam mempunyai karakter itsar, (sanggup menderita kesukaran dan kepahitan ) karena mengutamakan kepentingan orang lain dan masyarakat umum .
     Ekonomi Islam memegang teguh sistem ta’awun wa syikah,(hidup kolektif kerakusan dan ketamakan di pihak yang mampu dan rasa putus asa bagi pengangguran di pihak yang tidak mempunyai.
     Ringkasnya, ekonomi dalam islam mengandung dasar-dasar keutamaan dan kebahagiaan serta kemakmuran bersama dan menghilangkan jurang pemisah yang membedakan si kaya dan si miskin.
     Dalam praktiknya yang pertama, sudah diterangkan pada bagian lalu, Nabi membuat perjanjian kesetiaan dan persaudaraan di antara 45 orang kaya (the have) dari golongan kaum Ashar dengan 45 orang dari yang tidak mampu (the have not) dari golongan kaum muhajirin. Dengan suka rela, mereka yang kaya meleburkan hak miliknya menjadi kepunyaan bersama, dan dengan hati yang ikhlas, hak waris dari anak istri dan keluarganya menjadi hak waris bahkan masih dalam waktu pembentukan. Oleh sebab itu, dasar yang terlepas daei campur tangan pemerintahan negara.
     Sesudah negara Islam berdiri kuat. Turunlah perintah zakat sebagai rukun ketiga dari kelima rukun Islam (arkanul Islam). Zakat ialah pengambilan sebgian harta kepunyaan orang-orang yang mampu untuk menjadi milik orang yang tidak mampu. Pengambilan wajib ini dilakukan pada tiap tahun sebagai iuaran kemanusiaan dari orang-orang yang mampu untuk mencukupi hidup orang yang tidak mampu. Negara dapat memaksa dengan hukum kekerasan supaya tiap orang yang mempunyai harta menurut nishab (minimal) yang sudah ditetapkan menunaikan kewajiban zakatnya.




1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan pengertian zakat?
2.      Apakah yang dimaksud dengan macam- macam zakat?
3.      Apakah yang dimaksud dengan sejarah zakat?
4.      Siapakah yang berhak menerima zakat?
5.      Apakah macam- macam zakat yang harus dipungut?
6.      Apakah yang dimaksud dengan prinsip zakat?
7.      Apakah yang dimaksud dengan pemungutan zakat dan keuangan negara?

1.3 Tujuan Penulisan
1.      Memahami dan mempelajari pengertian zakat.
2.      Memahami dan mempelajari macam - macam zakat.
3.      Memahami dan mempelajari sejarah zakat.
4.      Memahami dan mempelajari yang berhak menerima zakat.
5.      Memahami dan mempelajari macam- macam zakat yang harus dipungut.
6.      Memahami dan mempelajari prinsip zakat.
7.      Memahami dan mempelajari pemungutan zakat dan keuangan negara.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zakat
            Zakat menurut lughah (bahasa), berarti nama’= kesuburan, thaharah = kesucian, barakah = keberkatan dan berarti juga tazkiyah tathier = mensucikan. Syara’ memakai kalimat tersebut dengan kedua-dua pengertian ini.
            Pertama, dinamakan pengeluaran harta ini dengan zakat, adalah karena zakat itu merupakan suatu sebab yang diharap akan mendatangkan kesuburan atau menyuburkan pahala. Karenanya dinamakanlah “harta yang dikeluarkan itu”, dengan zakat.
            Kedua, dinamakan harta yang dikeluarkan itu dengan zakat, adalah zakat itu merupakan suatu kenyataan dan kesucian jiwa dan kekikiran dan kedosaan.
            Al Imam An Nawawi mengatakan, bahwa dinamakan pengeluaran ini dengan zakat, adalah karena terdapat padanya makna yang dimaksudkan oleh bahasa (kesuburan).
            Kalimat zakat adalah suatu kalimat yang dipakai untuk dua arti: kesuburan dan suci.
            Dia dipakai untuk nama bagi sedekah yang wajib bagi sedekah yang sunat, nafakah, kemaafan dan kebenaran. Demikian Ibnul ‘Arabi menjelaskan pengertian zakat.
            Abu Muhammad Ibnu Qutaibah mengatakan, bahwa: “lafadz zakat diambil dari kata zakah yang berarti nama, = kesuburan dan penambahan.
            Dinamai harta itu dengan zakat, adalah karena dia menjadi sebab bagi kesuburan harta.
            Abu Hasan Al Wahidi mengatakan bahwa: “zakat itu mensucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya. Menurut pendapat yang lebih nyata, zakat itu bermakna kesuburan dan penambahan serta perbaikan. Asal maknanya, penambahan kebaikan.
            Kalimat “zakat” dalam alquran disebutkan secara ma’rifah sebanyak 30kali. 8kali diantaranya terdapat dalam surat makiyah da selainnya terdapat dalam surat-surat madaniyah. Dan tiadalah kalimat zakat terdapat berbareng dengan shalat sebanyak 82 kali sebagai yang dikatakan oleh pengarang fiqhus-sunnah dan oleh beberapa pengarang sebelumnya. Yang benar-benar bergandengan dengan shalat hanyalah pada 28 tempat sahaja.
            Dalam bahasa arab sering dikatakan: “si anu seorang yang zaki, yakni: seorang yang bertambah-tambah kebajikannya. “dan dinamakan bagian harta yang dikeluarkan utuk diberikan kepada fakir miskin dengan zakat, adalah lantaran zakat itu menyuburkan harta dan memeliharakan dari bencana.

2.2Macam- Macam Zakat
Zakat itu, menurut garis besarnya terbagi dua:
1.      Zakat Mal, (zakat harta) : yakni zakat emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan
(buah-buahan dan biji-bijian) dan barang perniagaan.
2.         Zakat Nafs, yakni zakat jiwa yang dinamai juga dengan zakatul fithri (zakat yang diberikan berkenaan dengan telah selesai mengerjakan shiyam (puasa) yang difardlukan. Di negeri kita ini, bisa disebut dengan nama “fithrah”.
Kemudian harus lagi dimaklumi, bahwa para ulama telah membagi zakat yang temasuk kedalamnya fithrah, kepada dua bagian pula:
            1. Zakat harta yang nyata (harta yang lahir) yang terang dilihat umum, yaitu: zakat binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan barang-barang logam.
            2. Zakat harta-harta yang tidak nyata, yang dapat disembunyika. Harta-harta yang toidak nyata itu, ialah: emas, perak, rikaz dan brang perniagaan.
            Adapun fithrah, maka setengah ulama memasukkannya kedalam golongan harta lahir. Menurut lahir nash Asy Syafi’iy: Fithrah itu, masuk golongan zakat harta bathin.
            Kata Ahmad: aku amat suka diberikan fithrah kepada sulthan (penguasa).
            Para ulama berkata: sebabnya barang perniagaan dipandang harta bathin, (tiada nyata), adalah karena ia tidak diketahui oleh yang melihat, apakah ia (barang perniagaan itu) buat di perniagakan, atau bukan.
            Dan merka berkata pula: barang perniagaan (mata benda), tiada menjadi perniagaan, melainkan dengan cukup beberapa syarat (syarat-syarat ini, akan diterangkan di kala menerangkan zakat tijarah).
            Apabila sebab (illat) yang dikemukakan oleh para ulama itu kita perhatikan, niscaya kita dapat memasukkan zakat perniagaan kedalam zakat harta yang nyata, jika barang perniagaan itu diketahui benar untuk perniagaan, seperti barang perniagaan yang terdapat di sesuatu kedai koperasi yang telah diumumkan, bahwa segala barang yang ada di dalamnya, untuk diperniagakan.

2.3 Sejarah Zakat
1. Sejarah Zakat Mal
            Zakat mal, atau zakat harta benda, telah difardlukan Allah sejak permulaan islam, sebelum nabi s.a.w. berhijrah ke kota madinah; kota Anshar yang munauwarah. Tidak heran kita, urusan ini amat lekas diperhatikan islam, karena urusan tolong-menolong, urusan yang sangat dihajati oleh pergaulan hidup, amat diperlukan dan dikehendaki oleh segala lapisan rakyat.
            Hanya, pada mula-mulanya zakat difardlukan tanpa ditentukan kadarnya dan pula-pula diterangkan dengan jelas harta-harta yang diberikan zakatnya. Syara’ hanya menyuruh mengeluarkan zakat. Banyak sedikitnya terserah kepada kemauan dan keridlaan para penzakat sendiri. Demikian keadaan itu berjalan sehingga tahun kedua dari hijrah. Mereka yang menerimanya pun pada masa itu, dua golongan saja, yaitu: faqir dan miskin.
            Pada tahun kedua yang dari hijrah bersamaan dengan tahun 623 masehi, barulah syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan, serta kadarnya masing-masing.
            Karena demikian, berkatalah setengah ulama: “sesungguhnya zakat itu difardlukan sejak dari tahun yang kedua dari hijrah”. Dalam pada itu yang menerimanya, masih belum dibagi kepada tujuh atau delapan bagian itu.
            Ketetapan pembagian ini, yakni pembagian kepada fakir miskin saja, kita istinbath:
            a. Dari firman Allah s.w.t :
            “jika kamu lahirkan pemberian sedekahmu, maka itulah pekerjaan yang     sebaik-baiknya. Dan jika kamu menyembunyikan pemberian itu, kamu           serahkan kepada orang faqir, maka itulah yang lebih baik bagimu”. (Q.A.   271. S. 2 : Al Baqarah).
            Ayat yang tertera ini diturunkan dalam tahun yng kedua hijrah. Dengan memperhatikan tahun turunnya, kita mendapat kesan bahwa zakat itu, hingga tahun yang kedua dari hijrah itu dan beberapa tahun lagi sesudahnya, diberikan kepada faqir miskin saja.
            b. Dari hadist yang diriwayatkan oleh jama’ah dari Ibnu ‘Abbas bahwa       Rosul s.a.w. bersabda kepada mu”adz dikala junjungan mengutus mu’adz   pergi ke yaman guna menjadi wali negeri dan menjadi kepala pengadilan,      sabdanya:
            “sesungguhnya Allah menfardlukan atas mereka mengeluarlkan zakat;       yang diambil dari orang kaya mereka, lalu diberikan kepada orang orang   faqir mereka”.
Pada dua golongan ini saja, hingga tahun yang kesembilan dari hijrah.
            Kita menyatakan pembagian zakat tetap sedemikian saja sehingga tahun kesembilan, adalah karena ayat yang menerangkan, bahwa bagian-bagian yang menerima zakat, tujuh atau delapan. Turunnya pada tahun kesembilan dari hijrah.
            Pada tahun yang kesembilan dari hijrah, barulah Allah menurunkan ayat “60” dari surat IX, yakni surat At Taubah, bagian-bagian (mereka-mereka) yang boleh dan berhak mengambil zakat dan menerimanya.
            Dalam pada itu tidak juga Nabi bagi penuh delapan, hanya Nabi s.a.w. memberikannya kepada suku-suku yang dipandang perlu menurut kebutuhan dan kehajatannya dari suku-suku delapan itu.
            Dan untuk menambah ketegasan yang tersebut, perhatikan keterangan yang dibawah ini:
            Nabi s.a.w. mengutus mu’adz pergi ke yaman dengan menyuruh mengambil zakat dari orang-orang kaya, memberikannya kepada orang-orang faqir, adalah pada tahun yang kesepuluh sebelum Nabi s.a.w. pergi mengerjakan hajji wada’. Demikian menurut keterangan Al Bukhari.
            Kata Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya; “Mu’adz ke yaman pada tahun 10 hijrah, di bulan Rabi’ul Akhir.
            Dalam pada itu, menurut kata Al Waqidi: Mu’adz ke yaman itu pada tahu kedelapan atau tahun yang kesembilan di ketika nabi s.a.w. kembali dari Tabuk.
            Maka, jika kita ambil riwayat yang menerangkan Mu’adz ke Yaman pada tahun kedelapan tau kesembilan. Kita mendapat kesan dari padanya, bahwa: zakat itu, hingga tahun-tahun itu, masih dibagi kepada faqir miskin saja.
            Dan jika diambil riwayat Bukhari dab Ibnu Sa’ad, maka ia menegaskan, bahwa zakat itu boleh diberikan kepada sesuatu shinf (golongan) dari yang delapan itu,yaitu golongan yang dipandang lebih berhajat menurut kemaslahatannya.; dan menegaskan, bahwa ayat “60” itu bukan memastikan zakat dibagi delapan, atau sebanyak yang ada diketika membaginya, hanya menerangkan bahwa: Yang berhak menerima zakat itu delapan bagian saja. Orang yang tidak masuk kedalam golongan yang delapan, tiada berhak menerima zakat.

2. Sejarah Zakat Nafs
            Pada suatu hari ditahun yang kedua dari hijrah, bersamaan dengan tahun 623 masehi, sebelum syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan dan kadarnya masing-masing, yakni: sebelum syara’ mengadakan aturan-aturan yang jelas terhadap zakat mal, Nabi s.a.w. mengumumkan dihadapan para sahabat beberapa kewajiban islam. Di antara butiran tutur kata beliau pada hari itu, ialah: ‘kewajiban mengeluarkan zakat nafs, (zakatul fithri) yang sangat terkenal didalam masyarakat kita dengan nama fithrah.
            Nabi umumkan yang demikian itu,pada dua hari lagi sebelum ari raya puasa (idul fithri), yang pada tahun itu juga baru dimulai. Pada hari itu, Nabi s.a.w. berpidato diatas mimbar didalam masjid menerangkan kewajiban dan kefardkuan fithri sebelum pergi ketempat sembahyang hari raya; yakni sebelum sembahyang hari raya.
            Dan apabila Nabi s.a.w. membagi zakat nafs ini kepada faqir miskin saja juga, sebagai keadaan membagi zakat harta pada sebelum diturunkan ayat “60”; bahkan sesudahnyapun Nabi s.a.w. sangat mementingkan faqir miskin, sehingga ada ulama yang mengatakan bahwa zakat nafs ini hanya diberikan kepada mereka faqir miskin saja.
            Dari pekerjaan Nabi s.a.w dapatlah diketahui, bahwa hendaklah kita mementingkan faqir miskin dikala membagi zakat nafs, dan boleh kita habiskan zakat nafs untuk keperluan faqir miskin saja.
            Kebolehan membagi zakat keopada selain daripada faqir miskin. Adalah karena mengingat kepada ayat “60” tersebut menyebabkan kurang perhatian kita kepada faqir miskin atau menyebabkan kita menyamakan haq faqir miskin dengan hak bagian-bagian lain.
2.4 Yang Berhak Menerima Zakat
     Kitab suci Al-Quran dalam surat At-Taubah ayat 60 menetapkan orang–orang yang berhak menerima zakat dari negara. Mereka terdiri atas delapan orang yang menurut Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dapat dibagi menjadi 2 bagian:
1.    Individu-individu, terdiri atas enam golongan:
a.       Golongan fakir (fuqoro) yang terlantar dalm kehidupan karena ketiadaan alat dan syarat-syaratnya.
b.      Golongan Miskin (masakin) yang tidak mempunyai apa-apa
c.       Golongan para pegawai (‘amilin ‘alaiha) yang bekerja untuk mengatur pemungutan dan pembagian zakat tersbut.
d.      Golongan orang-orangyang perlu dihibur hatinya (muallafati qulubuhum), yang memerlukan bantuan materi atau keuangan untuk mendekatkan hatinya kepada Islam.
e.       Golongan orang-orang yang terikat oleh utang (ghorim), yang tidak menyanggupi dirinya untuk melunasi utang tersebut.
f.       Golongan orang-orang yang terlantar dalm perjalanan (ibnu sabil), yang memerlukan bantuan ongkos untuk kehidupan dan kediamannya serta untuk pulang ke daerah asalnya.
2.    Kepentingan umum dari masyarakat dan negara, terdiri atas dua golongan:
a.    Untuk pembebasan dan kemeedekaan, bagi masing-masing diri, (individu),suatu golongan, atau suatu bangsa, yang dinamakan fir riqaab.
b.    Untuk segala kepentingan, masyarakat dan negara, yang bersifat pembangunan dalam segala lapangan atau pembelaan perjuangan yang dinamakan fisabilillah.






2.5 Macam- Macam Zakat Yang Harus Dipungut
     Selain penetapan pembagian harta-harta zakat yang tersbut dalm Al –Quran, hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori menyebutkan pula macam-macam benda yang harus ditarik zakatnya. Jika disimpulkan dapat dibagi empat bagian:
a.       Zakat harta kekayaan yang dinamakan (zakat an-nuqud), yaitu barang-barang emas dan perak, mata uang, uang kertas, cek, dan sebagainya.
b.      Zakat hewan yang dinamakan (zakat al-an’am), yaitu unta, sapi, kerbau, kambing, dan domba.
c.       Zakat perdagangan yang dinamakan (zakat at-tijaroh), yaitu segala macam barang perdagangan.
d.      Zakat pertanian yang dinamakan (zakat az-ziro’ah), yaitu beras, gamdum, jagung, dll.

2.6 Prinsip Zakat
     Prinsip zakat ialah harta orang mampu dibagikan kepada orang-orang yang miskin dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan agama. Pemungutan zakat dilakukan atas beberapa hal:
a.    Harta kekayaan, ialah emas, perak, cek
b.    Hewan, ialah unta, sapi, kambing, kerbau
c.    Barang-barang perdagangan, ialah segala macam barang perdagangan
d.   Hasil pertanian, ialah gandum, padi, kurma
Setelah setahun, besarnya zakat yang dipungut adalah 2,5%. Hasil zakat haruslah dibagikan kepada delapan golongan:
1.    Fakir (orang yang terlantar hidupnya)
2.    Miskin (orang yang tidak mempunyai apa-apa)
3.    Amil (para petugas yang membagikan zakat)
4.    Muallaf (orang yang baru masuk islam atau lemah imannya)
5.    Ghorim (orang yang terikat oleh utang)
6.    Ibnu sabil (orang yang terlantar dalam perjalanan)
7.    Fir riqob ( pembebasan orang dari perbudakan)
8.    Fi sabilillah (untuk kepentingan masyarakat dan negara)


2.7 Pemungutan Zakat Dan Keuangan Negara
1. Zakat Menjadi Lembaga Negara
     Dalam hadis diterapkan bahwa pemungutannya adalah setiap tahun dan ditetapkan juga besarnya yang harus dikeluarkan yaitu 2,5 %. Juga ditetapkan pula batas minimalnya (nishab) dari tiap-tiap barang yang diwajibkan zakatnya.
     Inilah dasar yang tegas dari kewajiban negara di dalam Islam, untuk mencampuri urusan pembagian harta di antara manusia. Negara dapat mempergunakan kekuasaannya untuk memakasakan golongan yang mampu, supaya membayar zakat, untuk meringankan penderitaan hidup dari golongan yang tidak mampu, atau untuk menyokong kepentingan masyarakat dan negara. Di samping kewajiban tiap-tiap tahun ini, Islam menyediakan lagi iuaran kemanusiaan, yang harus ditunaikan pada setiap hari raya Lebaran (Idul Fitri) yang dinamakan zakat fitrah atau zakat diri sebagaimana diterangkan di atas.
     Pemerintah dapat menggunanakan alat kekuasaannya sehingga seluruh rakyatnya patuh. Di samping zakat-zakat yang wajib ini, Islam memberikan kekuasaan pula kepada negara supaya meletakan kewajiban keuangan lainnya atas nama negara terhadap golongan orang-orang yang mampu. Pedoman yang harus dipegang oleh negara adalah kemakmuran seluruh rakyat sehingga hilanglah batas-batas antara miskin dan kaya, proletar dan borjuis, buruh dan majikan.
     Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab tafsirnya Al-Manar, jus X sewaktu menafsirkan ayat tentang pembagian zakat yang sudah kita sebutkan di atas, memberikan uraian panjang lebar mengenai sistem dan organisasi zakat menurut Islam.
     Lebih jauh lagi dia menulis sebagai  berikut:
“Maka terpikullah kewajinban atas seluruh pemimpin pembangunan dan perubahan di kalangan kaum muslimin, supaya mereka memulai langkah untuk mempertahankan kehormatan agama, dengan membentuk organisasi pengumpulan zakat dan mengatur pembagiannya untuk kepentingan orang-orang yang mempersatukan diri dalam organisasi tersebut.
     Dalam anggaran dari organisasi itu haruslah ditetapkan bahwa bagian untuk golongan orang-orang yang dihibur hatinya (muallafati qulubuhum),dipergunakan untuk membelanjakan perjuangan menentang haluan anti agama anti-Tuhan yang sedang berkembang sekarang.
     Bagian yang diperuntukan bagi kepentinagan umum, masyarakat dan negara (fi sabilillah) haruslah digunakan untuk menghidupkan kembali hukum-hukum syariat Islam, dan ini termasuk suatu jihad yang terpenting dalam memelihara agama Islam dari terkaman musuh-musuhnya. Bagian ini dapat juga digunakan untuk pos lainnya, yaitu menjalankan dakwah Islam dan pembelaan atasnya dengan segala alat dengan pena dan lisan, apabila pembelaan tersebut sukar dilakukan dengan ujung senjata dan alat-alat perang modern yang lainnya.”
     Begitulah besarnya pengharapan Sayyid Rasyid Ridha terhadap sistem zakat dlam Islam.  Bukan saja memandang dari susdut stryktur ekonomi, juga memandangnya dari sudut politik dan perjuangan yang kuat untuk mengembalikan kebesaran Islam.
     “Perhatikanlah! Sesungguhnya pemungutan zakat dan pengaturan pengeluaranya dengan baik, cukuplah sebagai alat untuk mengembalikan kebesaran Islam. Bahkan, dapat dijadikan senjata untuk merebut kembali negara-negara Islam yanng dirampas oleh bangsa-bangsa asing dan membebaskan umat islam dari perbudakan orang-orang kafir. Hanya dengan 1/10 (sepersepuluh) atau 1/40 (seperempat puluh) dari kelebihan harta milik orang-orang yang mampu.

2.Menimbun Jurang Pemisah
     Bencana yang paling besar dalam ekonomi ialah masih adanya jurang pemisah antara kaum kaya  dengan kaum miskin. Dengan sistem zakat, Islam menimbun jurang perpisahan tersebut dan membangun suatu hidup yang harmonis antara segala pihak manusia.
Berdasrkan prinsip fungsi sosial dalam hak milik inilah, Islam memberikan hak yang besar kepada negara untuk mencapuri sebgian atau mencabut hak milik tersebut. Jika perlu, memegang sendiri segla hak yang tadinya menjadi milik perorangan.
     Dalam tingkat kekuasaanya, hak negara dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
a.    (Hak memungut), yaitu hasil dari pengasilan-penghasilan yang diperoleh seorang warga negara dari kekayaannya.
b.    (Hak perseorangan), yaitu hak pemerintah untuk mengambil dari tangan perseorangan terhadap barang-barang yang menjadi hak miliknya, yang tidak dipergunakan sebagaimana mestinya kepentingan negara dan masyarakat.
c.    (Hak pemilik), yaitu pemerintah berhak memiliki suatu perusahaan yang memenuhi hajat hidup orang banyak.

3.    Zakat Primer (pokok)
Dalam mengkaji pemasukan dan pengeluaran negara, kita menghadapi dua kali perkembangan dalam sejarah Islam.
1)   Bersumber pada zakat. Pada zamannya pertama, zaman Nabi, Abu bakar, dan Umar bin Khatab, pemasukan keuangan bersumber dari zakat yang menjadi salah satu dari rukun-rukun Islam yang ke lima.
2)   Bersumber kepada Kharaj. Yang secara umum disebut pajak. Sejak Khalifah Usman bin ‘Affan melepaskan zakat dari tangan pemerintah dan menyerahkan kepada yang bersangkutan, muncullah secara berangsur-angsur penggantiannya yang baru kharaj atau pajak. Pengeluaran negara berubah pula baik prinsip pemakaiannya maupun sasaran yang dituju.
Dalam bukunya yang berjudul Administrative System During the Early Caliphat’s Time (Sistem Administrasi keuangan pada zaman khalifah yang pertama), W.M.Gazder menyebutkan perkembangan sumber keuangan negara Islam sebagai berikut:
Ada empat sumber bagi pemasukan keuangan negara (Bait Al-Mal), yaitu:
1.      Sumber pertama, Keuangan yang berasal dari 1/5 dari hasil harta rampasan perang, dan segala macam sedekah.
2.      Sumber Kedua, berasal dari uang zakat, 1/10 pengahasilan yang dikutip dari ummat Islam.
3.      Sumber ketiga, berasal dari uang Kharaj, fai (tembusan/hasil perang), pajak dan 1/10 pengahasilan yang diterima dari warga yang nonmuslim. Termasuk juga pungutan yamh berasal dari pengahasilan sewa setahun dari tanah negara.
4.      Sumber penerimaan dari hal lainnya.
Setelah mengemukakan sumbr-sumber keuangan di atas, Gazder menyebutkan pengeluaran keuangan negara yaitu:
Penegeluaran:
1.      Pemasukan yang termasuk dalam sumber ke 1dan 2 adalah dikeluarkan untuk 8 golongan di bawah ini:
a)      Fakir Miskin
b)      Orang yang terlantar hidupnya
c)      Petugas pengumpul zakat
d)     Orang-orang Mukallaf
e)      Untuk memebebaskan budak
f)       Orang yang berhutang yang tidak mampu membayar utangnya
g)      Segala amal dijalan Allah (fisabilillah)
h)      Orang-orang yang kekurangan dalam perjalanan (Ibnu Sabil)
2.      Pemasukan yang bersunber pada bagian 3, digunakan untuk berbagai keperluan dan juga ongkos-ongkos administrasi yang digunakan untuk pembgian zakat.
3.      Pemasukan yang bersumber ke-4 digunakan untuk pekerjaan umum, diantaranya pemeliharaan anak-anak terlantar dan tujuan lainnya.

4.      Al-Kharaj yang terlalu Dominan
Qadhi Abu Yusuf pada zaman khalifah Harun Ar-rasyid, dalam bukunya Al-Kharaj tentang sumber pemasukan uang negara dan jalan-jalan pengeluarannya.
a.      Pemasukan uang negara (Mawarid Bait Al-Mal)
Abu Yusuf mengatakan bahwa pemasukan bersumber dari tiga macam berikut:
1.      Khumus al-ghanim (harta rampasan perang)
2.      Al-Kharaj (pajak, langsung atau tidak langsung), pajak di bagi menjadi tiga golongan:
a.       Wazhifah al ardhi al-kharajiyah (Penghasilan atau pemakaian tanah)
b.      Jiz-yah (Pajak perseorangan golongan minoritas yang beragama lain)
c.       Usyur (Bea cukai)
Dalam metetapkan pajak dari ketiga golongan diatas, negara mempunyai wewenang dalam menentukannya.
3.      Shadaqah(zakat dan lainnya)
Di antara ketiganya, Abu Yusuf menitik beratkan pada al-kharaj dan sumber tepokok yaitu golongan 1 adalah penghasilan dan pemakaian tanah. Karena banyaknya tanah musuh yang dikuasai Islam dahulu kala, kas negara mendapat hasil darik tiga jalan:
1.      Taqbil al-ardhi (negara memborongkan tanah kepada seseoran atau badan pengusaha yang berhak membuka atau menyewakannya).
2.      Qathai’(negara menyerahkan tanah untuk dikerjakan)
3.      Ihya mawat al-ardhi (negara membuat janji dengan seseorang atau seatu badan untuk menghidupkan dan menyuburkan tanah-tanah yang tandus dan mati)
Pada bagian inilah Abu Yusuf mengemukakan saran-sarannya yang berharga untuk memperbanyak kas negara.
b.      Pengeluaran uang negara (Masharif bait al mal)
Abu Yusuf mengutamakan kepentingan pembangunan dan kebutuhan rakyat, yang dibagi menjadi lima macam. Dua diantaranya untuk kepentingan pemerintah, yaitu:
1)       Gaji dan uang jasa untuk para pegawai, sipil dan militer.
2)      Keperluan pemerintahan.
Tiga macam untuk kemakmuran rakyat yaitu:
1)      Menggali sungai-sungai dan perbaikan-perbaikannya.
2)      Membuat irigasi bagi pertanian, jembatan, menggali waduk-waduk dan sebagainya.
3)      Memelihara orang-orang hukuman, membantu usaha-usha sosial, dan menjamin orang-orang yang cedera dan miskin.
















BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
1.      Zakat itu merupakan harta yang dikeluarkan pada suatu kenyataan dan kesucian jiwa,kekikiran dan kedosaan
2.      Macam - macam zakat ada 2 yaitu zakat mal merupakan zakat harta, dan zakat fitrah yang dibayarkan setelah puasa.
3.      Sejarah zakat mal terjadi pada permulaan islam sebelum nabi s.a.w. berhijrah ke kota Madinah, sejarah zakat fitrah terjadi pada ditahun yang kedua dari hijrah, bersamaan dengan tahun 623 masehi, sebelum syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan dan kadarnya masing-masing.
4.      Yang berhak menerima zakatyaitu fakir, miskin, pegawai pembagian zakat, orang yang terikat utang tp tdk sanggup melunasi, dan orang terlantar dalam perjalanan.
5.      Macam- macam zakat yang harus dipungut meliputi zakat harta, hewan, pedagangan, dan pertanian.
6.      Prinsip zakat merupakan harta orang mampu dibagikan kepada orang-orang yang miskin dan untuk kebutuhan masyarakat dan agama.
7.      Pemungutan zakat dan keuangan negarayaitu zakat menjadi lembaga negara, menimbun jurang pemisah, zakat primer, dan al kharaj yang terlalu dominan.


3.2  Saran
Zakat merupakan iuran wajib yang dipungut negara islami dari anggota mampu maka diharapkan bagi golongan mampu dapat memberikan kelebihan dalam kebutuhan hidupnya untuk orang-orang yang memerlukan. Sosialaisasi zakat juga diperlukan karena masih ada yang belum sadar akan pentingnya zakat agar masyarakat yang kurang mampu terbantu dan mengentas kan kemiskinan.

Daftar Pustaka
Al-Kaaf Abdullah Zakiy. 2002. Ekonomi dalam Perspektif Islam. Bandung. CV Pustaka Setia.
Shiddieqy Hasbi Ash. 1987. Pedoman Zakat. Jakarta. PT Midas Surya Grafindo.